Matahari sudah tenggelam ketika kami tiba di Lonebasa[1]. Kabut mulai menyelimuti pegunungan di belakang perkampungan. Beberapa saat ketika kami duduk di beranda rumah Pak Apollo, Kepala Desa Lonebasa, tampak iring-iringan orang-orang yang melangkah dengan cepat dan tergesa-gesa di jalan desa. Mereka membawa obor yang yang nyalanya meliuk-liuk karena tiupan angin. Ketika iring-iringan itu mulai mendekat, […]